Respon Dedi Mulyadi terhadap Tantangan Ketua GRIB tentang Diskusi Premanisme: “Energi Kami Sudah Habis”



Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan tanggapannya terkait tantangan diskusi tentang premanisme yang disampaikan oleh Ketua GRIB Jaya Jabar, Gabryel Alexander Etwiorry.

Diketahui, Dedi Mulyadi sebelumnya telah menerima tantangan dari Ketua DPD Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jawa Barat, Gabryel Alexander Etwiorry.

Tantangan itu timbul usai Dedi mengeluarkan pernyataan serta gagasan untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Premanisme di daerah Jawa Barat.

Ormasya GRIB Jaya Jabar merasa tersinggung atas pernyataan Dedi Mulyadi yang mengklaim bahwasanya organisasi kemasyarakatan sampai lembaga swadaya masyarakat sering kali menakuti rakyat.

Merespons hal tersebut, Dedi Mulyadi tegas menyatakan bahwa sekarang ia lebih cenderung berfokus pada pekerjaan dan mengatasi masalah yang dihadapi oleh masyarakat Jawa Barat.

Dedi Mulyadi pun menyatakan bahwa dirinya tidak sanggup apabila dia perlu menangani tiap individu secara terpisah, melihat jumlah penduduk yang sangat besar di Jawa Barat.

“Penduduk Jawa Barat sangatlah besar jumlahnya. Tantangan saya pada hari ini adalah melayani warganya,” ujar Dedi Mulyadi saat berada di gedung Pakuan, Bandung, Rabu (19/4/2025), sebagaimana dilaporkan oleh Kompas.com.

“Saat setiap individu perlu diurus secara terpisah, seluruh tenaga kita akan hilang hanya untuk mendengarkan mereka berbicara,” tambahnya.

Mantan Bupati Purwakarta itu mengungkapkan bahwa prioritas utamanya sekarang adalah bekerja untuk merealisasikan impian warga Jawa Barat.

“Tujuan kami adalah merealisasikan impian dari rakyat,” katanya.

Sebaliknya, Dedi Mulyadi menyatakan dirinya tak begitu mempedulikan tuduhan atau komentar di media sosial tentang prestasi kerjanya maupun keputusan yang dia ambil.

“Kalau ada orang yang mengajak berbagai hal di media sosial, yang melayaninya cukup netizen, enggak usah saya,” pungkasnya.

Sekarang ini, pemimpin organisasi kemasyarakatan tersebut mengajak tantangan kepada Dedi Mulyadi usai menyampaikan pendapat tentang masalah kepremanan lantaran Dedi berniat mendirikan Satuan Tugas Anti-Pempremanis.

Pembentukan tim khusus itu dianggap Dedi sebagai tanggapan atas peningkatan jumlah kasus perampokan serta ancaman oleh organisasi massa atau lembaga swadaya masyarakat yang sering kali menjadi sorotan publik karena permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) dan praktik pemerasan (pungli).

Kebijakan yang diusulkan oleh Dedi Mulyadi ini ternyata memancing protes dari organisasi massa maupun lembaga swadaya masyarakat.

Melalui tayangan di kanal YouTube Titik Temu Podcast, Gabryel Alexander Etwiorry memberikan tantangan terbuka kepada Dedi Mulyadi soal pemberantasan preman.

Gabriyel menyebutkan keinginannya untuk berjumpa dengan Dedi Mulyadi guna mendiskusikan pernyataan Dedi tentang niatnya membentuk Satuan Tugas Anti Premanisme.

Saya ingin menyatakan di sini bahwa saya mengajukan tawaran terbuka untuk berdiskusi secara aktif. Mari kita bicara sehingga masyarakat tidak lagi memberi stigma negatif kepada organisasi massa, kenapa begitu? Pernyataan Bapak Dedi tersebut menurut kami membingungkan, Pak,” ungkap Ketua DPD GRIB Jaya Jabar, Gabryel Alexander Etwiorry seperti yang dilansir dari YouTube Titik Temu Podcast pada hari Sabtu, 12 April 2025.

Gabriyel bahkan meminta Dedi untuk datang ke kantor-nya dengan langsung.

“Saya berharap bisa mempelajari hal ini dari Bapak, karena saya masih bingung dengan pengertian preman seperti apa. Sampai saat ini, Pak, saya belum mengerti betul tentang preman itu seperti apa,” katanya.

Tak hanya menghadirkan kesulitan, Gabriyel pun menyarankan kepada Dedi Mulyadi supaya membersihkan pungli dari kalangan pejabat.

Menurut dia, ia juga mengamati adanya peningkatan tindakan perampokkan dalam struktur birokrasi pemerintah.

“Bila gubernur benar-benar mendirikan satuan tugas untuk mengatasi premanisme, mohon segera membersihkannya hari ini. Harap mereka masuk dahulu dan tidak keluar,” katanya.

Sebab kami di GRIB juga akan mendirikan tim tugas khusus untuk menghilangkan perilaku kekerasan dalam birokrasi. Maka semua pejabat ini memang tepat.

“Meskipun bupati dan gubernur tidak semua benar, bukan berarti bahwa oknum-preman tersebut hanya ada di ormas saja,” ungkapnya.


(*/
)


Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News


Perhatikan pula berita atau info tambahan di
Facebook
,
Instagram
,
Twitter



dan
WA Channel